
![]() |
Sultan Palembang Darussalam YM Sultan Mahmud Badarudin IV Jaya Wikrama, Raden Muhammad Fauwas Diraja, SH., M.Kn (tengah). (Foto: Kemas Ari) |
Palembang – Kesultanan Palembang Darussalam mengambil sikap tegas terhadap insiden viral yang melibatkan video kreator Willie Salim.
Insiden ini bermula ketika Willie Salim mengadakan aksi memasak rendang di pelataran Benteng Kuto Besak (BKB) Palembang pada 20 Maret 2025.
Namun, momen yang awalnya bertujuan untuk konten hiburan berubah menjadi kontroversi setelah daging rendang yang sedang dimasak menghilang sebelum matang.
Peristiwa ini memicu kehebohan di media sosial dan menimbulkan perdebatan luas di kalangan masyarakat.
Banyak netizen yang menuding warga Palembang tidak sabar, rakus, dan berebut makanan.
Bahkan, ada yang menggeneralisasi bahwa kejadian ini mencerminkan budaya masyarakat Palembang secara keseluruhan.
Namun, di sisi lain, banyak warga Palembang yang merasa tersinggung atas tuduhan tersebut, menegaskan bahwa tindakan segelintir orang di BKB tidak mencerminkan nilai-nilai budaya yang mereka junjung tinggi.
Menanggapi kontroversi ini, Sultan Palembang Darussalam YM Sultan Mahmud Badarudin IV Jaya Wikrama, Raden Muhammad Fauwas Diraja, SH., M.Kn menyatakan bahwa insiden tersebut tidak seharusnya menjadi alat untuk menghakimi seluruh masyarakat Palembang.
“Kami sangat menyayangkan bahwa kejadian ini telah dijadikan bahan untuk mencoreng citra Wong Palembang. Budaya kami selalu menjunjung tinggi tata krama, termasuk dalam hal makan dan menjamu tamu,” ujar Sultan Mahmud Badarudin IV.
Kesultanan Palembang menekankan bahwa Wong Palembang memiliki budaya makan yang beradab dan tertata.
Salah satu prinsip utama yang dijaga dalam budaya mereka adalah konsep semon, yaitu rasa malu yang tinggi dalam hal makan.
“Wong Palembang tidak akan makan sebelum ditawari, apalagi mengambil makanan tanpa izin. Ini adalah bagian dari adab kami yang telah diwariskan turun-temurun,” jelasnya.
Sebagai respons atas peristiwa ini, Kesultanan Palembang Darussalam mengajukan tiga tuntutan utama kepada Willie Salim:
- Permintaan maaf terbuka di hadapan Majelis Adat Kesultanan Palembang Darussalam sebagai bentuk klarifikasi dan tanggung jawab atas insiden tersebut.
- Penghapusan seluruh konten terkait video viral yang memicu kegaduhan di media sosial.
- Pelaksanaan ritual tepung tawar, sebuah prosesi adat Palembang yang dilakukan sebagai bentuk penebusan kesalahan dan pemulihan keharmonisan sosial.
Sultan Mahmud Badarudin IV menegaskan bahwa ritual tepung tawar bukanlah hukuman, melainkan bagian dari adat yang bertujuan untuk menenangkan suasana dan menjaga keseimbangan sosial.
“Kami ingin mengembalikan harmoni dan memastikan bahwa setiap pihak memahami pentingnya menjaga adat dan budaya setempat,” tambahnya.
Selain itu, Kesultanan juga menyatakan dukungan penuh terhadap proses hukum yang sedang berjalan terkait insiden ini.
Mereka menegaskan bahwa tindakan beberapa individu di BKB tidak dapat dijadikan dasar untuk menyamaratakan seluruh masyarakat Palembang.
“Kami meminta semua pihak untuk tidak gegabah dalam menyebarkan narasi yang bisa memperkeruh keadaan. Saring sebelum sharing, pahami budaya sebelum menilai,” imbau Sultan.
Kesultanan juga mengajak masyarakat dan warganet untuk lebih bijak dalam menilai suatu peristiwa serta memahami lebih dalam nilai-nilai budaya lokal sebelum menyebarkan informasi di media sosial.
“Kami berharap insiden ini bisa menjadi pelajaran bagi semua pihak. Jangan sampai kejadian serupa terulang di masa depan hanya karena kurangnya pemahaman akan budaya setempat,” tutupnya. (Ari)