Sultan Palembang Darussalam, SMB IV Jaya Wikrama RM Fauwaz Diradja SH MKn menyempatkan hadir untuk melayat almarhumah Hj. Anna Kumari |
*PALEMBANG, PUYANGSUMSE.* Berita Duka kembali menyelimuti kota tua Palembang, dikabarkan dalam beberapa Berita dan Media Sosial bahwa Pelestraia budaya Palembang Seniman tari bernama Hj Anna Kumari, menhembuskan nafas terakhirnya pada Jumat (13/9) sekitar pukul 22.24 di IGD Rumah Sakit dr Moehammad Hoesin (RSMH) Palembang melalui pesan Whatapps putrinya iin (Mirza Indah Dewi). Berikut pesan singkatnya;
“Iya betul
kak.., ibu telah meninggal, karena sakit komplikasi dan akan dikuburkan habis
Asyar,” kata putri Anna Kumari, Mirza Indah Dewi, Sabtu (14/9”
Berikut Pesan Singkat yang beredar dari iin “Innalilahi wa innailaihi rojiun.. Telah
meninggal dunia ibunda kami Hj Anna Kumari binti Amantcik
Rozak pada Hari Jumat tgl 13 September 2024 pukul 22.24 di IGD RSMH
Rumah duka Sanggar Anna Kumari Jalan Kha Azhari 14 ulu RT 18 no 760.
Ya Allah semoga ibunda/nyai/mertua kami diampuni segala dosanya,diterima amal
ibadah nya.. dilapangkan kuburnya…maafkan bila beliau ada salah. Ucap iin dalam
pesan di beberapa grup WhatsApp”.
Suasana Seusai Takziah Malam Ketiga Wafatnya Hj. Anna Kumari |
Riwayat Singkat Sang Legenda Tari Sumsel; Anna Kumari di lahirkan di Palembang tanggal 10 Nopember 1946 dari keluarga R.A.Amantjik Rozak (mantan Perintis Kemerdekaan RI), Anna Kumari mulai belajar menari tahun 1961 ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar.
Anna
Kumari yang memiliki komitmen tinggi terhadap pelestarian seni budaya
Palembang. Dialah penjaga dan pelestari seni budaya terakhir di kota Palembang
. Terbukti dengan kiprahnya dalam pelestarian seni budaya Palembang sudah
puluhan tahun.
Anna Kumari
dikenal sebagai pelestari tradisi mulai dari seni tari, silat,teater,Musik,
seni suara ,khusus puisi (Sering disiarkan di gelanggang Sastra RRI pimpinan
Buya Zainal Abidin Hanif ) sampai kerajinan Songket di kota kelahirannya,
Palembang.
Tak hanya itu. Cek Anna, begitu ia populer
dipanggil di kota pempek itu,yang merupakan Anak dari Alm Mayor AR Amantcik
Rozak dijuluki Panglima Sabilillah Andalas Selatan pejuang Perang Lima Hari
Lima Malam dan Perintis Kemerdekaan RI, dikenali pencipta tari yang produktif
dan untuk itu tidak kurang 50 tari telah diciptakannya.
Anna yang
juga ayunda dari artis senior Anwar Fuady tumbuh sebagai anak yang mencintai
kesenian sering tampil dalam sejumlah acara kenegaraan. adalah seniman sejati
dari Palembang, Sumatera Selatan, memainkan peran krusial dalam
melestarikan dan mengembangkan kekayaan tradisi dan kesenian
daerahnya, dan pernah menjadi penari Istana Negara tahun 1961-1962.
Anna
Kumari dilahirkan dari keluarga yang memegang teguh tradisi, ia tumbuh sebagai
anak yang secara alamiah mencintai kesenian. Saat kecil, ia kerap diajak orang
tuanya menghadiri pesta pernikahan adat Palembang. Di sela-sela kunjungan itu,
ia kadang menyelinap ke kamar pengantin untuk mengagumi riasan mempelai
perempuan dan kain songket yang digunakan. Siapa sangka, tindakan jahil itu
justru mendorongnya melestarikan seni dan kebudayaan Palembang.
Persentuhannya
dengan seni secara profesional terjadi ketika dia tinggal di Jakarta bersama
orangtuanya pada awal 1960-an. Uniknya, kesenian yang ditekuninya secara
professional bukanlah kesenian khas Palembang.
Salah seorang
kakak Cek Anna (Alm) Nuraini Rusdhy Cosim seorang Politikus Sumsel tinggal di
daerah Setia Budi, Jakarta. Hal itu membuat Anna sering mondar-mandir
Jakarta-Palembang. Tahun 1962, ia yang kala itu berusia 17 tahun mengikuti seleksi penari di
Istana Kepresidenan. Setelah menjalani sejumlah tes, ia terpilih untuk
membawakan tari Bali.
“Tetapi waktu
itu saya tidak membawakan tari Sumatera Selatan, tetapi tari Bali seperti Tari
Kecak, Tari Pendet, dan Panji Semirang. Guru saya waktu itu Nyoman Suwarni dan
I Wayan Linggih. Kami latihan di Istana Merdeka dan Presiden Soekarno kadang
ikut meninjau,” kata Anna Kumari beberapa waktu lalu.
Pada tahun 1963 ia tampil dalam acara
pembukaan pesta olahraga internasional Ganefo yang digagas Bung Karno.
Foto Kenangan keluarga dan Para tamu Takziah malam ketiga |
Saat kembali ke Palembang, Anna mengaku
diminta menjadi pemimpin grup kesenian Komando Daerah Militer (Kodam)
IV/Sriwijaya yang beranggotakan sekitar 30 orang. Tahun 1966 Komandan Inmindam
IV Sriwijaya, Kolonel Makmun Rasjid, memintanya menciptakan tarian baru untuk
menyambut Panglima Kodam IV Sriwijaya yang baru, Brigjen Jenderal Irsak Juarsa.
Karena alasan politik, tari “Gending Sriwijaya”yang biasa dipakai untuk
menyambut tamu terhormat dilarang dipentaskan.
Ia kemudian mendapat inspirasi untuk
menciptakan tari pengganti “Gending Sriwijaya” yang kemudian diberinya nama
“Tepak Keraton” yang menggambarkan Kejayaan Kesultanan Palembang Darussalam
yang dipimpin oleh Mahmud Badaruddin II sekitar abad ke-16. Sampai sekarang,
tari tersebut kerap dipentaskan untuk tarian penyambutan tamu terhormat.baru –
baru ini Tari Tepak Keraton digelar di Opening MTQ Internasional Tahun 2015.
Mantan bintang RRI tahun 1967 ini kemudian
mendirikan Sanggar Tari Anna Kumari pada awal tahun 1963 Ia mencari anak-anak
gadis dari rumah ke rumah untuk berlatih menari di sanggarnya.
Namun, banyak orangtua tidak membolehkan anak
perempuan mereka menari karena takut anak mereka bakal jadi ronggeng. Cek Anna
tidak menyerah. Akhirnya ada yang mau berlatih di sanggar.bahkan banyak
diantara penari adalah anak- anak dari bangsawan dan pejabat daerah.
Akhirnya sanggar Tari Anna Kumari maju pesat. Mereka bisa tampil di mana-mana,
tidak saja di sejumlah kota di Indonesia tetapi juga di luar negeri.
Prestasi itu membuat banyak anak gadis mau
berlatih tari di sanggarnya. Apalagi banyak penari dari sanggar ini mudah
mendapatkan pekerjaan di bank dan kantor-kantor lainnya. Pada tahun 2015,
Pemerintah RI melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan
Penghargaan Kebudayaan Kategori Pelestari.
“Saya merasa tersanjung bahwa apa yang sudah
saya lakukan selama ini dari kecil sampai sekarang, bisa mendapat penghargaan
dari pemerintah Sumsel dan RI Itu suatu hal yang membuat saya terharu Tidak
sia-sia apa yang saya lakukan selama ini. Sejak kecil saya senang dengan seni
dan budaya,” kata Anna yang baru-baru baru ini juga dapat penghargaan anugerah
seniman dari KKP, Sriwijaya TV,Stisipol Chandradimuka dan sebagainya…
Namun diujung umur yang sudah senja ini dan
sering sakit namun Anna mengaku In Shaa Allah akan tetap melestarikan budaya
untuk generasi sekarang dan yang akan datang selagi hayat dikandung badan.
“ Yang sakit itu badan, suara saya khan
tidak,” ujar sang Maestro tari ini yang juga merupakan penulis buku- buku
budaya diantaranya Perkawinan 7 hari 7 Malam dan Buku Rebo Akhir tradisi budaya
Plg yg hampir punah ditulis bersama anaknya Mirza Indah Dewi .