Serah terima Alquran kuno milik suriat kiyai delamat kepada pihak Museum Negeri Sumsel. FOTO:Ist.. |
PUYANG – Belum Lama ini Zuriat Kiyai Delamat hibahkan mushaf Alquran tulisan tangan kepada Museum Negeri in Sumatera Selatan atau yang sebelum dikenal dengan nama Museum Balaputera (akhir Juni 2024).
Kyai Delamat yang punya nama lengkap KH Abdurrahman Delamat merupakan ulama terpandang, penyebar agama Islam di Sumsel dan ditakuti Kolonial Belanda.
Pendiri Masjid Al Mahmudiyah atau Masjid Suro di kawasan 30 Ilir, Palembang ini hidup di abad ke-19 dan wafat pada medio 1313 Hijriah atau sekitar penghujung 1895 Masehi.
Makamnya sendiri hingga hari ini masih dikunjungi peziarah berada di Desa Serekah, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin.
Terkait Alquran tulisan Kyai Delamat yang kini menjadi koleksi terbaru Museum Negeri Sumsel setelah dihibahkan secara sukarela oleh perwakilan zuriatnya, M Amin Fauzi Hady, Kamis, 27 Juni 2024.
Sejak Alquran tulisan Kyai Delamat yang diyakini berusia kurang lebih 2 abad itu berada di Museum Negeri Sumsel, tak sedikit tokoh masyarakat, pegiat sejarah dan budaya, ataupun influencer yang ingin melihatnya dari dekat.
Termasuk salah seorang guru besar UIN Raden Fatah Palembang, Prof Dr Muhammad Adil MA.
Didamping Kepala UPTD Museum Negeri Sumsel H Chandra Amprayadi SH, Prof Muhammad Adil diberi kesempatan melihat bahkan menyentuh Alquran tersebut secara langsung.
Wakil Rektor bidang Akademik dan Kelembagaan UIN Raden Fatah itu menyatakan siap meneliti lebih lanjut perihal detail mushaf Alquran bersama para peneliti di Lembaga Kajian Reboan.
Kendati belum bersedia mengekspose secara rinci, Prof Muhammad Adil mengemukakan dirinya akan melakukan pendekatan ilmiah setelah melihat langsung fisik Alquran tulisan Kyai Delamat tersebut.
Guru Besar UIN Raden Fatah, Prof Muhammad Adil siap menguak misteri sejarah Alquran tulisan Kyai Delamat yang diyakini kertasnya berasal dari negara di Eropa.
“Masih ada yang perlu ditelaah secara mendalam, tentang tahun, dan nama yang tertera juga masih akan saya dalami lebih lanjut, belum siap untuk diekspose,” tutur Prof Muhammad Adik.
Menurut beliau, secara global fisik mushaf Alquran tulisan Kyai Delamat tersebut masih dalam kondisi bagus dan cukup terawat.
Menurut pengamatan Prof Muhammad Adil, bahwa kertas yang menjadi media Alquran tulisan Kyai Delamat itu diyakini dikirim langsung dari Eropa.
Hal tersebut jelas Prof Muhammad Adil dapat dilihat dari fisik selembar kertas yang merupakan bagian dari Alquran tulisan Kyai Delamat yang kosong.
Saat diterawang timpal beliau, dapat terpampang dengan jelas sebuah watermark atau cap air lengkap dengan inisial “GR”.
“(Kertas jenis itu) tahunnya mulai abad ke 18,” kata Prof Muhammad Adil.
Untuk melihat ada tidaknya watermark pada sebuah kertas dapat dilakukan dengan cara yang sederhana.
Cap air atau watermark hanya dapat dilihat di balik sumber cahaya alias diterawang.
Watermark ini sendiri merupakan identitas yang diberikan produsen kertas di Eropa.
Tanda ini pula dapat dijadikan petunjuk tentang umur sebuah kertas, dan nama serta negara mana yang menjadi produsen kertas tersebut.
Ketika kita tidak memperoleh informasi kesejarahan sebuah naskah yang kita anggap sangat penting.
Maka informasi yang diberikan lewat watermark menjadi informasi yang mungkin saja sangat membantu.
Watermark bisa dipergunakan untuk membantu seorang peneliti dalam merekonstruksi sejarah perdagangan kertas di sebuah wilayah pada kurun waktu tertentu.
Mudah-mudahan saja lewat watermark yang terdapat pada fisik kertas mushaf Alquran tulisan Kyai Delamat, Prof Muhammad Adil mendapatkan fakta rinci terkait usia Alquran tersebut. (ARI)